APA oleh-oleh yang bisa saya bawa pulang dari Makassar?
Saya pernah beberapa kali melakukan perjalanan ke Makassar, Sulawesi Selatan. Perjalanan itu sebelum datangnya pandemi. Untuk berbagai kegiatan, terutama yang berkaitan dengan pariwisata.
Salah satu kepergian di masa awal dulu, terkait urusan perbukuan. Sempat ada kerja sama penerbitan buku dengan komunitas bloger di sana.
Jadi, perjalanan saya kali itu adalah untuk menghadiri kegiatan dalam rangka HUT kedua komunitas blogger Makassar bernama Angingmammiri.
Itu sebabnya sangat relevan apabila saya mengajukan pertanyaan berikut. “Coba sebutkan semua kuliner khas asal Makassar yang dapat Anda ingat”.
Coto, Konro, Pisang E’pe, Kacang Disko, Barongko, Pisang Ijo, Bagea, Palubuttung?
Coto, lewat. Sudah biasa banget. Di Yogyakarta juga mudah didapakan.
Konro? Sempat juga sih diajak makan Konro di sana.
Kuliner laut? Pada malam pertama, saya sudah diajak untuk makan ikan yang melimpah. Di dekat Pantai Losari. Sampai kekenyangan. Juga makan sea food di Mal Panakukkang.
Yang terasa baru di lidah adalah Barongko. Hm ternyata enak, sampai ketagihan saya.
Pisang Ijo dan Palubuttung? Di tanah Jawa sini juga banyak.
Pisang E’pe? Nah, ini yang sepertinya belum ada Jogja. Kalau ada yang punya info Pisang E’pe di Jogja, kabari saya ya di laman komentar. Akan saya cari sampai ketemu, hahaha.
Namun demikian, rasanya yang paling sedap untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh adalah “mi”. Di sana, mula-mula tanpa saya sadari, saya menemukan banyak mi.
Terdengar lezat, ya? Variasinya juga banyak. Cukup gurih terdengar di telinga. Dan, menghasilkan senyum-senyum gimana gitu saat mendengarkannya. Misalnya:
“Iyo, mi.”
“Ayo mi.”
“Kau pigi sendiri mi.”
Oalah! Ternyata fungsi “mi” di sini tak ubahnya kata “lah” yang sudah dikenal secara nasional.
Namun Anda jangan khawatir akan dibuat terbingung-bingung. Untuk mengatasinya, mudah saja. Jika mau mengeditnya, rumusnya sederhana saja kok.
Edit > Find > Replace
Find what: mi
Replace with: lah
Replace all
Beres kan, Mas Daeng? []
*Tulisan ringkas ini semula berjudul “oleh2 mi dari makassar”. Saya copy paste dan sunting lagi berdasarkan unggahan bertiti mangsa November 26, 2008 di blog lawas saya.
Saat dibaca ulang pada tahun 2023, terasa garing enggak sih? Namun, gakpapami. Sayang juga kalau dibuang secara sia-sia. Sudah capek-capek menulis dan membangun set up semenjak judul ditetapkan.
Oya, dalam penulisan kata yang baku versi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI, “mi” adalah bahan makanan dari tepung terigu, bentuknya seperti tali, biasanya dimasak dengan cara digoreng atau direbus.
Sementara “mie”, pakai huruf “e” di belakangnya, adalah bentuk kata yang tidak baku dari “mi”.
_
Kredit foto: Pixabay
Nah, kalau “mi” di Makassar ini mungkin sama dengan kata “pang” di Kalimantan Selatan ya Pak. Jadi kalau kita bicara sama teman gitu, biasanya gini “Iya, pang”. saya yang lama di Kaliamatan jadi tahu apa itu arti “pang” ketika tinggal di Jawa, hehehe
Saya malah belum tahu ada “Pang”, Jadi penasaran juga bagaimana kata itu diucapkan. Pasti ada cengkoknya, ya?
Wwkwkw. saya kira awalnya lagi ngomongin mi eh ternyata mi. Ternyata mi di sana artinya lah ya. Kalau mi di melayu artinya jadi Ibu..
Begitulah kekayaan budaya Indonesia, bisa jadi bahan plot twist tulisan 😉
Waah Pak Khun ternyata sudah pernah ke kota saya hehe …. memang banyak mi di sini … ad juga ji, ki, ki’, di’ 😀
Tahun 2008 saya belum masuk komunitas blogger Anging Mammiri, saya masuk komunitas tahun 2011. Tahun 2008 itu sudah ultah ke-3 komunitas. Lahirnya tahun 2006, saat itu suami saya yang datang ke acaranya dan pulangnya menceritakan saya ttg media asyik bernama blog. Lalu saya mulai buat blog di tahun 2006 tetapi belum masuk ke komunitas. Semoga bisa ke Makassar lagi ya, Pak.
Oiya …mungkin “barongko” maksudnya (ada juga yang bilang burongko), bukan barongkong … yang kue pisang yang manis itu ya?
Iya, manis, dibungkus daun kalau gak salah. Mungkin benarnya Barongko, hahaha. Saya edit ahh..
Iya, benar, Pak Khun .. dibungkus daun pisang … barongko namanya. Termasuk kue incaran orang2 saat pesta 🙂
Menang Barongko harus manis pake banget, ya? Maafkan saya, di lidah saya Barongko termasuk manis sekali.
Sudah beberapa kali sih ke Makassar doeloe. Namun memang kebanyakan transit sampai bandara saja, haha.
Oya, kalau 2006 lahirnya berarti sudah benar pada 2008 adalah ultah kedua. Waktu itu saya berelasi dengan mas Amril dan drg Rara. Acaranya waktu itu peluncuran buku yang diterbitkan oleh penerbit yang saya tangani.
Semoga suatu waktu dalam tempo “segera” bisa ke Makasar lagi 🙂
Kayaknya pernah dengar/baca … Bukunya yang di judulnya ada kataa “Ijo” ya Pak?
Kak Amril dan Kak Rara sekarang di Jabodetabek tapi beliau berdua masih sesekali komen di grup Anging Mammiri.
Ealah iya … cocok … ultah kedua ya …. error saya nulis ultah ketiga hahaha.
Pernah ke Makassar. Beli minyak tawon dan minyak kayu putih. Makan mie juga di sebuah tempat yang katanya terkenal.
Beberapa tahun kemudian, pernah kerja sama dengan jurnalis lokal di Makassar. Kalau komunikasi di grup wa seru juga. Soalnya jadi belajar bahasa dan logat mereka. Termasuk yang pakai ‘mi’.
Iyo mi, legend banget ya minyak tawon. Kalau minyak kayu putih, saya gak tahu ini.
Lama-lama, saya kangen juga sama logat Makassar, hahaha.
Kukira dari awl baca ini tentang kuliner mi asal Makasar yang beda sama kota lain, eh ternyata beda. 😆
Hahaha. Plot twist, ya?