Di Negeri Gawai saya menempuh perjalanan yang jauh lebih rumit untuk menemukan media daring Fortune Indonesia daripada Neil Amstrong menjejakkan kaki di bulan. Terlebih bila saya disergap dengan pertanyaan tentang versi cetak Majalah Fortune Indonesia dari media ini–kios-kios majalah di tepi jalan atau sudut-sudut ruang publik telah menghilang. Saban ke toko buku modern, perjalanan menuju rak majalah sejak berbilang tahun tak pernah menjadi prioritas lagi.
Di Negeri Gawai
Di Negeri Gawai saya cukup ribet dan terdistraksi untuk tiba pada media daring ini. Berbeda tatkala Neil Amstrong menjejak untuk tiba di bulan. Ketika terjadi musibah terbakarnnya Apollo 1, sebagai misal, Mas Amstrong telah berstatus astronaut. Usai sebuah acara di Washington, D.C. ia bersama kawan-kawannya diberi tahu tentang peristiwa itu. Mereka melewati malam itu bersama, mempercakapkan segalanya tentang apa yang terjadi.
Ringkasnya, waktu berlalu dua tahun kemudian. Armstrong terlibat sebagai komandan cadangan Apollo 8. Ia menerima tawaran tugas sebagai komandan Apollo 11. Enam bulan kemudian, kisah pendaratannya telah tercatat dengan tinta emas dalam sejarah umat manusia.
Sementara itu, berbeda dengan kisahnya. Setiap kali memulai hari, kisah saya jauh kompleks usai switch on smartphone. Pada kesempatan pertama, saya mendarat di Planet WhatsApp. Dalam hitungan menit usai menuntaskan misi, saya sudah terbang ke Planet Instagram. Dari sini, misi terus menantang saya untuk menjelajahi berbagai planet lain yang memenuhi semesta layar smartphone.
Semua penjelajahan itu akan baik-baik saja sebelum saya beraktivitas lain. Namun kerap terjadi ada banyak drama yang tertera di layar. Tidak memungkinkan untuk menginvestasikan waktu lebih jauh kecuali pada saat-saat “nganggur”.
Pada masa kini prioritas harian dan cara mencapainya sealu berbeda bagi setiap orang dan pada setiap waktu. Trending-trending media sosial telah mengambil alih kesakralan headline media cetak, bahkan media daring. Berita atau informasi tidak lagi dibaca–ia bisa didengarkan sambil menggosok gigi.
Anak-anak Gen Z seperti putri saya, tak lagi paham apa itu media mainstream. Mereka juga tidak paham mengapa harus membeli koran dan majalah bila segala kontennya tersedia gratis di layar mobile phone. Mereka tak pernah terbayang harus menghapal SIUPP sebagai Surat Izin Usaha Penerbitan Pers.
Sebagai Gen X yang berada di masa transisi transformasi sistem bernegara dari Orde Baru menuju era Reformasi yang mendisrupsi banyak hal, transfomasi mutakhir dari luring menuju daring dan hybrid, serta kedekatan pada media melalui kerja di penerbitan buku; jelas saya lebih pede mengenai “imunitas” terhadap “virus hoaks”.
Memang harus diakui usai runtuhnya Orde Baru, produk pers ramai bermunculan. Kemudian datang gelombang media daring yang merebak bak cendawan di musim penghujan. Babak terakhir yang kita lihat kini adalah maraknya media sosial dan media komunikasi sebagai perangkat sumber informasi yang kian pilihan nomor wahid.
Namun, bagi saya, semua itu bisa menjadi sebaliknya. Media mainstream semakin sedikit. Bahkan cenderung terus kalah bersaing dalam ukuran-ukuran traffic seperti Alexa. Melalui sikap kuratif itulah, Fortune Indonesia yang berasal dari media mainstream terlampau sulit saya temukan.
Dari sebuah tautan saya tiba di halaman terdepan dan agak terkejut saat membaca sejumlah judul berita yang ditulis secara elegan, dengan penuturan santun, dan kerap diselipi artikel atau narasi yang berkarakter tuntun. Judul-judul yang rapi membuat saya sadar ini bukan media yang mengekpos “manusia menggigit anjing” secara berdrama untuk mengejar clickbait. Sebagai misal, maaf, mengulik sisi kelam atau konflik domestik seseorang, terutama artis, agar mudah viral.
Kedua, judul-judulnya menggunakan kata-kata yang rapi sesuai pakem. Coba cek beberapa yang saya cuplik secara acak:
- “Penasihat” alih-alih “Penasehat”: Penasihat FDA Dukung Suntikan Booster Vaksin Moderna Bagi Lansia
- “Antar-bank” alih-alih “Antar Bank”: Biaya Maksimal Transfer Antar-bank Rp2.500 mulai Desember 2021
- “Rp362 M” alih-alih “Rp 362 M” atau “Rp 362M”: Pendanaan Fintech Crowdfunding Tembus Rp362 M per September 2021
- “Risiko” alih-alih “Resiko”: Evergrande Gagal Lagi Bayar Bunga Obligasi, Risiko Default Kian Mendek
- “Utang” alih-alih “Hutang”: BUMN Nego Lessor Terkait Lilitan Utang Garuda Indonesia
- “Kerja Sama” alih-alih “Kerjasama”: Menuju COP26, Indonesia Kerja Sama dengan Brasil dan Kongo
- “Camilan” alih-alih “Cemilan”: 5 Penyebab Anda Lebih Sering Konsumsi Camilan Saat WFH
Tentu saja, kita tidak sedang menjabat sebagai dewan juri perlombaan typo atau saltik (kesalahan ketik). Namun media massa yang (proses) di balik layarnya baik akan tercermin dari kecermatan dalam bernarasi dan menggunakan kata yang baku. Sampling judul-judul di atas adalah indikasi awal untuk membedakan media yang serius. Tiny point yang menjadi tipping point.
Rubrikasi Efisen dan Fokus
Hal yang menyenangkan bagi pembaca saat membuka Fortune Indonesia daring adalah rubrikasinya yang ringkas dan fokus. Fortune Indonesia tampaknya bukan hanya tidak tergoda dengan taktik clickbait, tetapi juga tidak hendak aji mumpung mengumbar peristiwa “viral” tanpa koridor fokus.
Semua itu disertai takarir efisien dalam menjelaskan:
1. MARKET: Berita pergerakan dan prediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
2. BUSINESS: Berita perkembangan bisnis, perusahaan, inovasi dan profil tokoh
3. FINANCE: Berita ekonomi, kebijakan BI, pajak, perbankan dan Asuransi
4. NEWS: Berita politik, kesehatan, industri, energi dan internasional
5. TECH: Berita gadget, software, AI, aplikasi dan teknologi terbaru
6. SHARIA: Berita ekonomi, investasi, asuransi, investasi dan perbankan syariah
7. LUXURY: Berita barang mewah, gadget, travel, hotel dan kuliner
Dari penampakan sekilas kita tidak menemukan hal yang istimewa, tetapi ada beberapa yang patut saya catatkan di sini.
Pertama, meski dari pernyataan rubrikasi tampak jelas peluang untuk menayangkan berbagai topik secara luas, Fortune Indonesia tidak melakukannya. Terlalu naif bila saya membuat pernyataan bahwa ini disebabkan karena minimnya jurnalis atau penulis untuk memproduksi konten secara gila-gilaan.
Patut disangka ini disebabkan beberapa hal. Pertama, ketaatan pada fokus dan konsentrasi pada keterjagaan kualitas daripada kuantitas ungguhan untuk mengejar kinerja mesin Google demi rating atau ranking seperti yand diukur Alexa.
Kedua, tidak tampak upaya clickbait pada judul, lead, atau foto-foto yang digunakan di mana hal ini teramat menjengkel bagian sebagian (besar?) pembaca media massa.
Ketiga, tidak tampak juga trik-trik nakal untuk mengundang datangnya pembaca (traffic) melalui konten pendulang. Untuk ini umumnya dilakukan melalui konten (agak) “syur” atau narasi tidak relevan menggunakan kata kunci density tinggi.
Keempat, penyajian artikel-artikel edukasi atau panduan yang berkualitas dengan model penyajian ringan dan mudah dicernah. Ini tentu khas saja penulisan gaya majalah. Jika di koran, umumnya dalam bentuk liputan khusus atau feature-feature mendalam. Cermatilah beberapa judul berikut sekadar sebagai contoh:
- Ini Cara Daftar UMKM Secara Online, Gratis
- Mengenal Reksadana Syariah Lebih Dalam
- Peran “Omnichannel” Imbangi Perilaku Belanja Masyarakat di Era Digital
- Kenali Perbedaan Waktu dan Biaya Transaksi antara BI-Fast dan SKNBI
- Cara Mencairkan Saldo BPJS Ketenagakerjaan
- Apa Itu Whistleblower? Kapan Sosoknya Dibutuhkan?
Dan, banyak lagi. Termasuk penyajian tokoh di balik berita. Ini bisa ditemui melalui tulisan sejenis, “Mengenal Kepala PPATK Baru, Ivan Yustiavandana”. Selain itu, terkait berita yang memiliki potensi kontroversial, Fortune Indonesia memilih untuk menyuguhkan penjelasan alih-alih tegoda untuk “menggoreng” isu. Ini misalnya tercermin memalui tulisah “Kenapa Sri Mulyani Berikan Tax Amnesty Lagi ke Pengemplang Pajak?” Atau yang lebih umum, misalnya uraian dalam unggahan “Panic Buying Bukan Cerminan Masyarakat Irasional”
Catatan Istimewa dan Kritis
Ada dua catatan istimewa saya saat menikmati sajian Fortune Indonesia. Pertama, bersifat wawasan pembuka cakrawala, media Fortune menghadirkan rubrik spesial bertajuk SHARIA. Dalam uraiannya terjelaskan sebagai penyajian berita ekonomi, investasi, asuransi, investasi, dan perbankan syariah.
Rubrik spesial seperti ini tidak bisa disebut sebagai hal yang umum dan pasti terpikir bila seseorang sedang mengonsep platform media daring. Sangat beruntung saat kita mengetuk tautannya dan menemukan di dalamnya bisa dijumpai juga yang namanya tulisan edukatif dan panduan. Misalnya saja,
- Ini 4 Tips Pengelolaan Keuangan Syariah bagi Milenial
- Kenali Saham Syariah, Mulai Kriteria hingga Cara Belinya
- Mari Mengenal Asuransi Syariah
- Pengertian dan Cara Menghitung Zakat Mal
Bahkan, yang cukup mengejutkan, saya menjumpai tulisan dalam rubrik Sharia yang berbicara tentang dunia uang kripto. Misalnya tulisan “Pasar NFT Syariah Bakal Meluncur Akhir 2021, Tertarik?”
Kedua, adanya suguhan yang saya sukai di topik teknologi populer. Lebih dari rilis TECH yang dinyatakan sebagai “Berita gadget, software, AI, aplikasi dan teknologi terbaru”. Kita bisa menjumpai banyak suguhan topik berkenaan dengan dunia NFT (Non-fungible token).
Selain kedua catatan istimewa tersebut, saya ingin menyebutkan satu catatan kritis yang dengan mudah tampak tetapi berperan penting untuk kinerja di mesin Google. Tulisan-tulisan di website ini teramat sederhana dalam menggarap internal link. Tidak terlihat upaya keras optimalisasi SEO On Page. Terkecuali bila memang hal ini menjadi kebijakan redaksional.
Alon-alon waton kelakon
Bagian terakhir, berkenaan dengan validasi website. Fortune Indonesia memenuhi standar media masaa daring tanpa kecuali. Di sini terbawah bukan saja menjumpai ABOUT US yang terisi secara semestinya, juga ada PRIVACY POLICY dan CYBER GUIDELINES
Pembaca bisa menganggap bahwa dua hal terakhir di atas, Privacy Policy dan Cyber Guidelines sebagai hal yang biasa saja, tetapi tidak pada ABOUT US. Saat membukanya, kita akan dikejutkan dengan rentetap panjang untuk ditelusur (scroll).
Ini sih tidak biasanya, apalabi bila Anda menyimak Lead atau kalimat pembuka, “Hari ini adalah hari yang spesial bagi kami. Mimpi kami sepuluh tahun lalu untuk membawa Fortune ke Indonesia akhirnya menjadi kenyataan.”
Di sini Anda bisa menemui pernuturan “curhat” serta sejarah kelahiran Furtune dari Winston Utomo dan William Utomo selaku Founders IDN Media yang disajikan secara naratif.
Beberapa atau keseluruhan nilai-nilai yang saya temui dan ungkapkan di atas, pada akhirnya menemukan “core value” pamungkus yang tertulis secara jelas untuk menarik perharian pembaca dengan huruf italic, “Alon alon waton kelakon, perlahan tapi pasti. One step at a time, for a better Indonesia.”
Hm, ya, ya. Pantesan!
Betul banget ulasannya padet cukup dimengerti semoga Fortune bisa tumbuh pesat di Indonesia
Setuju banget nih Pak. Media yang baik itu adalah media yang tidak menggiring opini dengan click bait. Ibarat mau beli jeruk yang datang malah apel.
Semakin lama pembaca semakin tersegmentasi dengan pengetahuan yang makin luas. Pembaca edukatif gak sembarang klak-klik lagi..
Owh jadi dulu media fortune indonesia ini ada versi majalahnya ya, karena menyesuaikan dengan era serba online Fortune pun juga bertahan melalui media onlinenya, semoga semakin sukses memberikan informasi yang terbaik
Majalah Fortune Indonesia adalah salah satu majalah asal luar negeri yang bergengsi sebelum membanjirnya media daring..
Tata bahasa di web Fortune Indonesia memang terlihat rapi. Tulisannya mudah dicerna padahal yang dibahas adalah tema bisnis dan ekonomi yang biasanya tampak berat. Iya, nih. Tidak terlihat indikasi untuk clickbait yang suka bikin sebel. Nice review 🙂
isu yang kontroversial di Fortune tetap disuguhkan rasional tanpa mengundang perselisihan, menurut saya.
Wah sekarang sudah ada Fortune Indonesia ya, semoga sama seperti Fortune yang ngak hanya memuat artikel seputar bisnis dan ekonomi tapi juga kisah inspiratif para pelaku bisnis.
Rubrikasinya menarik loh, misal soal uang kripto dan NFT yang mendapat porsi lumayan. Harus begitu sih, mengikuti perkembangan zaman.
Terimakasih banyak atas rekomendasi rujukan bacaan seputar ekonomi dan bisnis.
Judul tidak mengandung clickbait itu sudah satu poin yang menurut saya menjadi penanda artikel berbobot.
Seneng banget Fortune tak hanya bisa dibaca melalui online tapi ada hard copynya ya kak. Jadi old fashion alias orang jadul bisa ikutan baca juga
Senangnya, dari asalnya Fortune termasuk media mainstream. Terkurasi dengan baik dari sisi redaksional.
saya juga sempat terkejut dengan menu Sharia yang ada di situsnya. Memang media perlu mengulas tentang sharia karena negara kita memang dominan muslim dan perbankan juga ada syariah
Iya, berita soal Pasar NFT Syariah itu menarik ya.
Setuju banget, rubrikasi efisien dan fokus bikin saya betah bacanya. Saya merasa Fortune sangat peka dalam menyajikan berita dengan kemasan yang kekinian, simple tetapi berkelas.
Artikel Fortune Indonesia yang menyasar milenial ulasannya lengkap tapi ringan, jadi bacanya gak “pening”.
Nah saya barusan baca artikel di Fortune Indonesia yang membahas finance ..menarik sih cara penulisan dan uraiannya ga membosankan dan jadi pengen tau lebih banyak dia artikel lainnya.. keren nih Fortune Indonesia