Pandemi Covid-19 yang melanda dunia merusuhi banyak aspek kehidupan manusia. Ketidaksiapan menghadapi persebaran virus yang agresif-masif membuat berbagai negara kelabakan. Belum dikenali dengan baik bagaimana sosok perilaku sang virus, membuat situasi kian runyam.
Upaya pembuatan virus oleh berbagai entitas di dunia seolah berkejaran dengan agresifitas dan mutasi varian si virus. Selaras dengan proses ini yang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dibutuhkan penanganan yang bersifat kuratif.
Pembatasan mobilitas masyarakat dalam skala besar adalah pilihan yang terbaik diiringi penerapan protokol kesehatan (prokes). Tindakan makro ini diharapkan diikuti dengan taat melalui implementasi detail berupa pembatasan aktivitas antar-individu sehingga mencegah terjadinya “saling berbagi” benih-benih virus.
Kehidupan “new normal” yang digadang-gadang sebagai diksi nasional, dalam praktiknya tidak semudah sebagaimana tayangnya propaganda atau viralnya diksi ini disampaikan. Apa itu “new” dan bagaimana membentuk “habit” adalah dua aspek dari diksi tersebut yang berkelindan dan membutuhkan waktu yang sebentar untuk dipahami dan menjadi kebiasaan.
Situasi demikian membuat kita jatuh bangun untuk beradaptasi. Resiliensi yang diharapkan, tidak terjadi dalam semalam atau semudah membalikkan telapak tangan. Dengan fakta ini, bagaimana Anda membayangkan apa yang terjadi dan menjadi pergulatan para sahabat yang berjuang dengan kondisi disabiltasnya?
Beberapa aras utama dalam kehidupan kita terakselerasi tanpa bisa berkelit. Selain dunia pendidikan, maka dunia kesehatan adalah bagian yang menuntut “revolusi”. Dalam waktu sesingkat-singkatnya, berpacu dengan penambahan kasus positif dan angka-angka pedih kematian korban.
Dalam situasi demikian tak terbersit dalam benak saya apa dan bagaimana yang terjadi dengan kelompok masyarakat yang menyandang disabilitas? Secara logika pun kita mengakui, inilah kelompok rentan yang paling terdampak pandemi.
Bagaimana peran pemerintah?
Inilah yang minim terekpos dalam lalu lalang pemberitaan atau informasi di media, baik media mainstream, media online, maupun media sosial. Diksi-diksi dalam konteks pandemi, sarat dengan silang sengkarut yang membuat (sebagian) masyarakat berada dalam situasi fatique (kelelahan) yang menggiring seseorang mengalami gangguna kesehatan mental dalam skala berbeda.
Dalam keterbatasan informasi mengenai ini, saya merasa beruntung menemukan kesempatan untuk membuka wawasan melalui sebuah acara daring (online). Sejumlah pemangku kepentingan berkolaborasi menghadirkan event ini melalui platform aplikasi ZOOM Cloud Meeting. Turut disiarkan pula secara live streaming melalui kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo yang dapat Anda tonton hingga saat ini.
Dengan tajuk “Pemenuhan Hak dan Perlindungan Penyandang Disabilitas Saat Pandemi”, Forum Literasi Hukum dan HAM Digital (Firtual) ini diselenggarakan oleh Direktorat Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Narasumber yang dihadirkan secara virtual adalah lain Angkie Yudistia (Staf Khusus Presiden), Eva Rahmi Kasim (Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Kementerian Sosial), dan Nurjanah S.KM., M.Kes (Koordinator Substansi Program Gangguan Indera dan Fungsional Kementerian Kesehatan), serta Bambang Gunawan (Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Kominfo) sebagai keynote speaker.
Dalam sambutannya Bambang Gunawan menyampaikan bahwa sejak bulan Juni 2021, pemerintah Indonesia telah memulai penyelenggaraan vaksinasi Covid-19 yang khusus tertuju bagi penyandang disabilitas. Vaksinasi ini bekerja sama dengan hampir 100 komunitas disabilitas. Skala prioritas pada pulau Jawa dan Bali tak lain karena faktor pemetaan zona merah Covid-19.
Angkie Yudistia dalam kesempatan pertama mengungkapkan bahwa presiden telah memberikan arahan agar para penyandang disabilitas dan kelompok rentan harus mendapat prioritas penanganannya. Untuk pelaksanaanya, pemerintah pusat melakukan kolaborasi dan koordinasi pemerintah daerah.
Hal senada diungkap oleh Eva Rahmi Kasim dan Nurjanah, bahwa penyandang disabilitas harus diberikan prioritas agar dapat meningkatkan imunitas di kalangan ini. Sejumlah kendala, termasuk hal-hal teknis sebagai ketentuan untuk vaksinasi seperti memiliki NIK dan KTP ditemui, tetapi itu semua harus dan dapat diatasi.
Di balik semua dinamika yang dibawa sebagai akibat datangnya pandemi Covid-19, kita seolah dibawa ke ranah candradimuka. Hikmah dalam wujud motivasi dan inspirasi untuk pembelajaran akselerasi menjadi kesempatan bagi penyempurnaan bagi penanganan dalam banyak aspek, termasuk bagi kalangan penyandang disabilitas.
Aspirasi, opini, dan harapan penyandang disabilitas tentunya harus didengar oleh stakeholder, khususnya pemerintah, dalam mengatasi pandemi korona ini. PR bagi pemerintah adalah bagaimana antara kebijakan di pusat dan daerah bisa sinkron
Benar sekali. Kondisi seperti ini sih sudah di luar dugaan, maka perlu penanganan yang “tak biasa”.
Saya sangat mengapresiasi kegiatan seperti itu disaat pandemi pula, banyak sekali manfaatnya semoga sukses selalu kegiatan kegiatan berikutnya
Semoga semua berjalan baik ya, buat siapa pun–dan tentu terutama teman-teman disabilitas.
Kita semua tentunya sangat berharap pandemi ini segera berlalu. Kita rindu bisa kembali bebas seperti dulu. Saling dukung sangat penting untuk bisa melewati masa masa sulit ini. Terimakasih sudah berbagi tulisan menarik dan bermanfaat ini.
Semoga pandemi ini segera mereda, ya. Sehingga tak ada yang jadi korban karena dilalaikan situasi..
Pemerintah harus bener bener memperhatikan penyandang disabilitas, karena kemampuan mereka bisa seperti kita yang normal. Contoh saya pernah temui anak disabilitas mahir dalam dunia IT
Teman-teman disabilitas memang butuh perhatian ekstra–tentu bukan karena manja. Sudah selayaknya mereka memeroleh perlakuan ekstra..
Paling sedih kalau penyandang disabilitas dikucilkan ya kak. Padahal hak mereka pun sama dengan kita manusia normal. Semoga penyandang disabilitas bisa mendapatkan pekerjaan layak.
Kiranya gak terjadi ya pengucilan. Tidak selayaknya begitu dan tidak mendidik.
Ya…pandemi tidak hanya berpengaruh besar pada kestabilan ekonomi tapi juga kesehatan masyarakat membuat makin banyak masyarakat yang terdampak terutama Para Penyandang Disabilitas yang harus terpenuhi haknya. Semoga penyandang disabilitas bisa melewati badai pandemi ini dengan baik, tentunya dengan dukungan pemerintah dan masyarakat.
Pandemi butuh penyesuaian diri yang luar biasa. Adaptasi ini sudah terasa berat buat kita yang “normal”, apalagi mereka ya..
Untungnya ya dalam kabinet yang sekarang ada staf khusus Presiden yang menangani kaum disabilitas ini jadi mereka mempunyai akses dan kesempatan yg sama seperti orang normal lainnya
Wah, beneran deh. Beruntung banget. Semoga semua bisa berlangsung optimal.
Bersyukur pandemi ini langkah2 yang diambil pemerintah menurutku udah bagus, Trutama penanganan untuk orang2 disabilitas, nakes dan orang tua yang memang berhak jadi prioritas dulu. Biar bagaimanapun, mereka itu yg paling gampang terpapar dengan virus, dan bisa mengakibatkan kematian jika tidak didahulukan dari segi vaksin, pengobatan dll nya.
Kedisiplinan pada dasarnya sangat “kunci” banget. Namun pastinya ini tidak menjauhkan kita dari nilai-nilai dasar “gotong royong” saling bantu dan berbagi banyak aspek dalam kehidupan ini.